Dari tahun ke tahun, awal bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri selalu maju
rata-rata 11 hari dari tahun sebelumnya. Tahun 2009, awal Ramadhan jatuh
tanggal 22 Agustus dan Ramadhan tahun ini dimulai 11 Agustus. Tahun depan, 1 Ramadhan
diperkirakan bertepatan dengan tanggal 1 Agustus.
Sistem penanggalan pada kalender Hijriah didasarkan pada perubahan fase Bulan,
dari bulan penampakan hilal atau bulan sabit tipis ke hilal berikutnya. Satu
periode hilal sama dengan satu periode sinodis Bulan, lamanya 29,5306 hari.
Berbeda dari kalender Masehi yang digunakan di seluruh dunia untuk kepentingan
administrasi, kalender Bulan umumnya digunakan untuk keperluan ritual agama dan
tradisi. Kedua kalender, satu tahun sama-sama terdiri dari 12 bulan. Satu tahun
Hijriah memiliki 12 periode sinodis Bulan atau 354,366 hari. Dibulatkan jadi
354 hari atau 355 hari untuk tahun kabisat.
Kalender Masehi didasarkan atas peredaran Bumi mengelilingi Matahari dari satu
titik tertentu yang disebut solstis atau equinox kembali ke titik itu. Lama
perjalanan Bumi mengelilingi Matahari 365,2422 hari—disebut satu tahun tropis,
dibulatkan menjadi 365 hari atau 366 hari untuk tahun kabisat.
Perbedaan jumlah hari dalam satu tahun Hijriah dan Masehi menyebabkan pelaksanaan
ibadah Ramadhan, perayaan Idul Fitri, dan Idul Adha selalu maju 10-12 hari dari
tahun sebelumnya. Selisih 10 hari lebih maju terjadi jika tahun kalender
Hijriah adalah tahun kabisat dan tahun Masehi-nya adalah tahun biasa atau tahun
basit (pendek). Sedangkan selisih maju 12 hari terjadi jika tahun Hijriah-nya
tahun biasa dan tahun Masehi-nya termasuk tahun kabisat.
Sederhana
Menurut peneliti Observatorium Bosscha dan pengajar Sistem Kalender pada
Program Pascasarjana Astronomi Institut Teknologi Bandung, Moedji Raharto, saat
dihubungi dari Jakarta, Senin (9/8), sistem penanggalan Bulan banyak dipakai
karena konsisten dan teratur. Fase Bulan terjadi berulang: bulan baru-bulan
sabit muda-bulan separuh awal-bulan purnama-bulan separuh akhir-bulan sabit tua-bulan
mati dan kembali ke bulan baru secara periodik. ”Perubahan wajah Bulan secara
teratur di langit malam itu dicatat nenek moyang kita dan terciptalah
penanggalan Bulan,” katanya.
Sistem penanggalan memakai Bulan sebagai acuan disebut penanggalan Bulan
(lunar/qamariyah). Kalender Jepang juga menggunakan periodisitas penampakan
Bulan.
Penanggalan yang menggunakan Matahari sebagai patokan, yaitu kalender Masehi
atau kalender Kristiani atau penanggalan Matahari (Solar/Syamsiyah). Sedangkan
kalender China dan Yahudi memadukan sistem penanggalan Matahari dan Bulan
secara bersama-sama atau menggunakan sistem penanggalan Matahari-Bulan
(Luni-Solar).
Kalender Bulan lebih sederhana dibandingkan kalender Matahari. Sebelum
ditetapkan sebagai kalender Hijriah, masyarakat Arab dan umat Islam di masa
Nabi Muhammad telah menggunakan sistem ini, tetapi belum dibakukan.
Baru pada masa Khalifah Umar bin Khattab, sistem penanggalan itu dibakukan.
Titik awal yang dipakai adalah masa hijrah Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah,
bertepatan dengan tahun 622 Masehi. Karena itu, tahun kalender Islam disebut
tahun Hijriah.
Kalender Masehi
Kalender Masehi dikembangkan dari sistem kalender Julian pada masa Julius
Caesar—tahun 45 sebelum Masehi. Dalam kalender ini, satu tahun tepat 365,25
hari, dibulatkan menjadi 365 hari. Empat tahun sekali jumlah hari menjadi 366
hari—disebut tahun kabisat.
Maju satu hari
Namun, panjang satu tahun tropis sebenarnya adalah 365,2422 hari. Akibatnya,
setiap 128 tahun kalender Julian maju satu hari dari seharusnya. Hal itu
berakibat pada mundurnya waktu Paskah. Sesuai ketentuan, Paskah jatuh hari
Minggu pertama setelah bulan purnama pertama sesudah Matahari ada di titik
vernal equinox—titik musim semi—pada 21 Maret.
Untuk mengatasi itu, titik musim semi harus dikembalikan agar tepat pada 21
Maret. Maka, perlu dilakukan pengurangan hari pada kalender Masehi. Pada 1582
dilakukanlah koreksi. Dengan mengacu ke Konsili Nicaea yang menetapkan titik
musim semi pada 21 Maret 325, maka untuk mengembalikan 21 Maret 1582 tepat pada
titik musim semi, jumlah hari pada tahun itu harus dipangkas 10 hari.
Akibatnya, sesudah tanggal 4 Oktober 1582 langsung melompat ke tanggal 15
Oktober 1582. Artinya, tanggal 5-14 Oktober 1582 tidak pernah ada.
Koreksi juga dilakukan terhadap panjang satu tahun tropis kalender Julian.
Perbaikan itu diajukan ahli fisika asal Naples, Aloysius Lilius, dengan
menggunakan panjang satu periode tahun tropis adalah 365,2425 hari.
Perbaikan juga dilakukan pada tahun kabisat, yaitu tahun yang habis dibagi
empat dan tahun yang habis dibagi 400. Tetapi, tahun yang habis dibagi 100
tidak disebut tahun kabisat.
Sistem ini diadopsi Paus Gregorius XIII. Karena itulah sistem penanggalan itu
disebut sebagai sistem kalender Gregorian—yang kini paling banyak digunakan
untuk kepentingan administrasi publik di seluruh dunia hingga kini.
Bisa disatukan
Guru Besar Riset Bidang Astronomi dan Astrofisika Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional, yang juga anggota Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama,
Thomas Djamaluddin mengatakan, sebuah sistem kalender akan bisa diterima publik
jika memenuhi tiga faktor, yaitu kriteria yang digunakan dalam penanggalan,
wilayah keberlakuan kalender, serta ada otoritas yang menetapkan kalender
tersebut.
Di Indonesia, faktor wilayah sudah disepakati dan pihak yang berwenang adalah
Kementerian Agama. Namun, kriteria awal bulan masih berbeda antara pendapat
Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan pemerintah.
Muhammadiyah memakai kriteria wujudul hilal, NU menggunakan kriteria tinggi
hilal minimal dua derajat di atas ufuk, sedangkan Kementerian Agama menggunakan
kriteria MABIMS, yaitu ketinggian hilal minimal 2 derajat, jarak Matahari dan
Bulan minimal 3 derajat, dan umur hilal minimal 8 jam.
”Metode hisab dan rukyat sebenarnya bisa digabungkan,” tegasnya. Dia
mengusulkan Kriteria hisab-rukyat Indonesia, yaitu hilal dapat teramati jika
ketinggian minimum hilal 4 derajat dan jarak minimal Bulan dari Matahari adalah
6,4 derajat.
Kriteria itu didapat berdasar data hisab dan rukyat Indonesia dan internasional
yang dipadukan dengan pengamatan astronomi—selama ini hilal sulit diamati jika
di bawah 4 derajat dan jaraknya terlalu dekat dengan Matahari. Kriteria usulan
itu sudah memasukkan kemungkinan cahaya hilal yang redup yang bisa kalah oleh
hamburan sinar matahari di atmosfer bumi.
No comments:
Post a Comment